05 November 2007

Melawan Sihir Harry Potter


Ketika kenyataan hidpu terlalu tangguh untuk disiasati, orang cenderung untuk berkhayal. Mislnya, kenyataan hidup mengatakan kalau lapar orang haruws makan. padahal untuk mendapatkan sesuap makanan orang mesti bekerja bantikng tulang. Bagaimana kalau orang tidak perlu makan tapi bisa tetap hidup? Bisa, kalau orang itu hisup di dunia khayalan...

MASUK AKAL ATAU KELUAR AKAL?
Kenyataan hidup memang berbasiws pada hal-hal yang masuk akal. Dengan kedua kaki dan tangannya, misalnya, manusia merasa mustahil bisa terbangdengan sayap seperti burung. Untuk menyiasatinya manusia membuat pesawat terbang dengan konstruksinya yang berat dan rumit. Inilah alasan mengapa bumi diddesain oleh Allah untuk dipelajari, dieksplorasi, dieksploitasi dan diproduksi untuk sebesar-besarnya kemanfaatan manusia. Selain karena manusia dipilih sebagai khalifah di bumi, bukan iblis yang mencak-mencak atas pemilihan itu, pertimbangan lainnya adalah agar manusia tetap berada pada sifat-sifat fitrah kemanusiaannya. Sekali saja manusia keluar dari sifat-sifatnya, maka fasilitas kehidupan yang disediakan Allah dalam bumi dan segala isinya akan menjadi lahan mati dan mubazir.

Maka, kalau kita merasa kenyataan hidup berbasis akal (sehat) membatasi keinginan, kita bisa saja keluar dari akal sehat kemudian menciptakan "akal yang lain" yang memungkinkan orang bisa terbang seperti burung tanpa perlu membuat pesawat terbang. Itulah dunia khayalan. So, lihatlah Harry Potter yang bisa terbang dengan hanya menggunakan sapu ijuk, Frodo Baggin bisa hilang dengan menyematkan cincin ke jari tangannya atau anak-anak bisa menembus dunia lain lewat sebuah lemari ajaib.

Tentu saja, dunia khayalan tak memerlukan penjelasan yang bersifat teknis dan saintis. Misalnya bagaimana mekanisme kerja mesin dibalik sapu ijuk Harry Potter? Teknologi apa yang tersimpan didalam cincin Frodo Baggin? Realitas dunia khayal yang gampangan - untuk menyebutnya omong kosong - menyebabkan akal tak perlu menjalankan fungsinya untuk memasukkan realitas itu menjadi kenyataan hidup - itulah mengapa dunia khayalan disebut sebagai dunia yang tidak masuk akal. Sebagai konsekuensinya, sifat-sifat kehidupan di dalamnya dirancang dengan konsep anti-masuk akal sehat; yang dengan sendirinya menolak konsep kekhalifahan manusia. Manusia tak perlu mempelajari apapun dari kehidupan di bumi sebab hidupnya telah dirancang tanpa batas tengan "teknologi" jampi-jampi semacam abrakadabra, simsalabim, alakazam, bla bla bla, dll

LOGIKA GHAIB ATAU LOGIKA SIHIR
Tentu saja, hal-hal yang masuk akal tidak selalu berarti menerima hal-hal yang kasat mata saja. Akal bahkan bisa menjelaskan hal-hal yang tidak kasat mata alias ghaib. Allah, misalnya, dapat dijelaskan dengan kalimat pendek ini: Sesuatu yang ada tidak selalu harus terlihat wujudnya. Buktinya, akal bisa menerima keberadaan angin dan rasa, meski keduanya tak terlihat wujudnya.

Berbeda dengan sihir, yang bekerja dengan mekanisme tanpa batas, tanpa logika dan tanpa akal sehingga potensi bumi sebagai fasilitas hidup dan peran manusia sebagai khlaifah menjadi nonsens. Sihir mencoba menjadi tiruan konsep kun fayakun Allah, yang dengan sepatah dua patah kata segala sesuatu langsung jadi

Disinlah sihir dipropagandakan menjadi jembatan antara dunia ghaib dengan dunia nyata manusia. Sayangnya, sejak diciptakan Allah, manusia sudah ditakdirkan untuk hidup di dunia nyata. Sementara untuk hal ikhwal ghaib manusia diperintahkan sekedar meng imaninya saja, bukan mengurusinya. itulah mengapa seluruh tampilan sihir selalu mempesona, memukau, yang diciptakan sebagai upaya untuk memecah "kebuntuan" kenyataan hidup yang dianggap selalu hitam-putih

KELUAR AKAL BERSAMA FIKSI FANTASI
Ketika konsep tiruan kun fayakun yang ditawarkan sihir menjadi bahan baku penulisan cerita fiksi, tak ayal lagi cerita itu menjadi memukau, mempesona, sekaligus secara sadar pembaca sedang dikuliti akal sehatnya. Hebatnya pembaca merasa sah-sah saja bertualang keluar akal sehat, setelah merasa bahwa kenyataan hidup "terlalu masuk akal". Nah, dititik ini, "rezim" masuk akal memang tak berdaya apa-apa. Ketika bocah ganteng berkacamata ala John Lennon mahasiswa fakultas ilmu sihir Hogwart bernama Harry Potter, misalnya sukses besar mengangkangi rasionalitas yang telah lama menjadi Tuhan orang-orang barat.

Fenomena Potter sesunggunhnya hanyalah gunungan es dari sekian banyak kalangan penulis di barat yang ingin membombardir kepercayaan gereja yang anti-sihir. Sekalipun fiksi fantasi disana telah berkembang bersasma cerita-cerita folklore semacam kehidupan peri (Peterpan, Cinderella, Alladin, dll) namun karya-karya yang secara luas mempropagandakan ideologi sihir belum segencar hari ini. Padahal John Ronal Reuel Tolkiens (1892-1973) dan sahabat dekatnya Clive Staples Lewis (1898-1963) telah memperkenalkan akar sihir dengan akar cerita-cerita dongen ala skandinavia seperti The Hobbit (1937), Lord of the Ring (1954-1955), dan The Chronicles of Narnia (1949-1954). Bahkan jauh sebelumnya, Bram Stocker (1847-1912) telah memulai konsep horor fantasi dalam novel legendarisnya, Dracula (1897)

Secara khusus, Dracula melhirkan genre dark fantasy dengan derivasinya seperti Van Helsing (Abraham Van Helsing sang pemburu drakula), Buffy the Vampire of Slayer, Anita Blake: Vampire Hunter D, Charmed, Blade atau Vampire in Brooklyn (dengan gaya komedi-horor khas Eddy Murphy)

Pada tahun 1983 muncul novel serial The Witches (Roald Dahl) yang bercerita tentang organisasi sihir yang memiliki visi melenyapkan anak-anak dari muka bumi. Sampai difilmkan pada tahun 1990 dengan judul yang sama, The Witches tidak begitu sukses menjadi pembicaraan publik. Baru ketika memasuki penghujung era 90-an, fiksi sihir dengan genre modern urban fantasy muncul dengan ikonnya, Harry Potter (seri pertamanya, Harry Potter and the Sorcerer's Stone, terbit pada 26 Juni 1997). Penampilan dunia sihir menawarkan konsep perpaduan klasik dan modern, yang tampak jelas dengan simbol dan atribut khas sihir seperti tongkat, sapu ijuk, mantra dan jubah di satu sisi dan sekolah sihir serta dunia modern disisi yang lain. Jejak sukses tokoh rekaan J.K. Rowling ini kemudian diikuti oleh Eragon (Cristhoper Paolini), The Bartimeus Trilogy (Jonathan Stroud), The Golden Compass (dari trilogi His Dark Materials karya Philip Pullman, yang filmnya dirilis Desember nanti)

MELAWAN ATAU MENYELUNDUPKAN AJARAN KRISTIANI
Persoalan fiksi fantasi menjadi tidak sederhana jika kita kaitkan dengan kepercayaan agama, terutama agama Samawi (Islam, Yahudi, Kristen) yang menolak sihir. Dalam konteks ini, sihir dipandang identik dengan praktik pemujaan setan alias okultisme.

Kalangan gereja yang gerah terhadap novel Harry Potter, misalnya menganggap hal itu sebagai propaganda klenik. Tak tanggung-tanggung, di gereja masyarakat kristus di Alamogordo, New Mexico, Amerika Serikat, misalnya, terjadi aksi pembakaran terhadap semua buku-buku Harry Potter. Pembakaran berlangsung atas undangan pastor Jack D. Brock pada 30 Desember 2001. Dalam misa sepekan sebelumnya, Brock menyebut bahwa buku-buku Potter mengajarkan sihir sebagai praktik yang secara umum positif, padahal al-kitab mengutuk semua jenis sihir dan klenik

Aksi ini segera mengingatkan kita pada tindakan gereja yang memerintahkan hukum bakar atas diri Joan Arch di Rouen, sebuah kota kecil di bagian utara Prancis, pada tanggal 30 mei 1431. Joan dibakar hidup-hidup dengan tuduhan bahwa dirinya adalah seorang penyihir, padahal dia adalah seorang kristiani yang taat

Menanggapi aksi pembakaran terhadap buku-buku Potter penulis John Granger menilainya justru suatu kekeliruan, karena pada novelnya yang memikat itu, J.K. Rowling sama cerdasnya dengan Tolkien dan Lewis yang memasukkan nilai dan simbol kristiani dalam cerita Fantasi

Bersebrangan dengan Granger, kritikus film Steven D. Greydanus justru melihat daya pikat sihir Potter menjadi ancaman berbahaya, terutama bagi anak-anak yang rentan. Greydanus menggambarkan bahaya Potter sama dengan ibu tiri Cinderella

LAWAN DENGAN FIKSI FANTASI LOKAL
Sampai kapan fiksi fantasi kita "terjajah" oleh kekuatan sihir seperti Harry Potter dan kawan-kawannya? Jawabannya sangat tergantung dari keberanian para penulis fiksi fantasi yang meneksplor lebih dalam lagi tema-tema dunia khayalan yang sejalan dengan akal sehat dan fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Tema-tema fiksi fantasi yang menggandeng dunia sains dan iptek seperti Star Wars, Star Tre, E.T., Jurrasic Park, Godzilla, dll, dapat dijadikan role model untuk mengebangkan fiksi fantasi kearah yang lebih edukatif

Belakangan ini jawaban atas dominasi ilmu sihir dalam fiksi fantasi mulai terlihat di tanah air. Fenomena menggembirakan ini juga sekaligus menjawab segala macam tantangan fiksi fantasi ala Indonesia yang disebut-sebut sulit muncul karena banyak ganjalan, diantaranya persoalan agama dan norma-norma ketimuran. Tentu saja norma-norma ketimuran akan jadi persoalan jika kiblat fantasi yang dipakai adalah dunia sihir Harry Potter atau Lord of the Ring. Karya-karya fiksi fantasi lokal sperti Pinissi: Petualangan Orang-Orang Setinggi Lutut (Mama Piyo), yang mengangkat legenda para pelaut di Sulawesi Selatan, Legard: Musuh Dibalik Kabut (W.D. Yoga), Phoenix: Dalam Mahkota Negeri Azura (A.M.K Narongkrang), Misteri Pembunuhan Penggemar Harry Potter (A.A.A. Rizky) dan The Corruption (Stanley Tiotius Kurnia), patut disambut sebagai upaya serius dalam melawan arus fiksi internasional yang telah begitu kuat menjadi role model. Tak mengherankan, novel-novel fiksi fantasi lokal ini masih tertatih-tatih dalam upaya menjauhi mainstream Rowling dan Tolkien. Semoga di hari-hari depan makin banyak penulis fiksi fantasi lokal yang berani untuk teteap berdedikasi kepada akal sehatnya. (Iyus/An-Nida/berbagai sumber)


1 komentar:

Anonim mengatakan...

Hey I have a blog too! Check out some of my articles if you like! This is a nice blog by the way.
Shadow Priest Leveling Build
Microsoft Xbox 360 Repairs